Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur

SELAMAT DATANG DI SD NEGERI PAYUDAN DALEMAN I, BERSAMA MEMBANGUN KARAKTER BANGSA

Malu adalah salah satu bentuk emosi manusia.[1] Malu memiliki arti beragam, yaitu sebuah emosi, pengertian, pernyataan, atau kondisiyang dialami manusia akibat sebuah tindakan yang dilakukannya sebelumnya, dan kemudian ingin ditutupinya.(wikipedia)
Menurut Thomas H. Burgess, Charles Darwin, Leo Tolstoy, Fyodor Dostoyevsky, dan khususnya Nietzsche, manusia secara kodrat imemang memiliki discretionary shame dan nilainya positif dalam interaksi manusia.[4] Rasa malu yang berhubungan dengan kesopanan ini memiliki fungsi positif untuk menjamin adanya kesopanan, privasi, kesusilaan, dan kebijaksanaan.[4] Fungsi rasa malu ialah untuk menetapkan batasan-batasan yang tepat guna mencegah invasi atau penyerbuan yang melanggar kehormatan dan integritas orang lain.[4] Rasa malu menjaga batasan-batasan jati diri.[4] Menurut Schneider, malu membimbing seseorang untuk berlaku mempertahankan integritas, dan oleh karena itu sangat erat dengan disiplin etika.[4]
Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhûr. Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.
Dari Abu Mas’ûd ‘Uqbah bin ‘Amr al-Anshârî al-Badri radhiyallâhu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui oleh manusia dari kalimat kenabian terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’”
Malu adalah akhlak (perangai) yang mendorong seseorang untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela, sehingga mampu menghalangi seseorang dari melakukan dosa dan maksiat serta mencegah sikap melalaikan hak orang lain.[Lihat al-Haya' fî Dhau-il Qur-ânil Karîm wal Ahâdîts ash-Shahîhah (hal. 9).] 

1). Malu pada hakikatnya tidak mendatangkan sesuatu kecuali kebaikan. Malu mengajak pemiliknya agar menghias diri dengan yang mulia dan menjauhkan diri dari sifat-sifat yang hina.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Malu itu tidak mendatangkan sesuatu melainkan kebaikan semata-mata.” (Muttafaq ‘alaihi)

Dalam riwayat Muslim disebutkan,
“Malu itu kebaikan seluruhnya.”
[Shahîh: HR.al-Bukhâri (no. 6117) dan Muslim (no. 37/60), dari Shahabat ‘Imran bin Husain]
Malu senantiasa seiring dengan iman, bila salah satunya tercabut hilanglah yang lainnya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Malu dan iman senantiasa bersama. Apabila salah satunya dicabut, maka hilanglah yang lainnya.”
[Shahîh: HR.al-Hâkim (I/22), ath-Thabrâni dalam al-Mu’jâmush Shaghîr (I/223), al-Mundziri dalam at-Targhîb wat Tarhîb (no. 3827), Abû Nu’aim dalam Hilyatul Auliyâ’ (IV/328, no. 5741), dan selainnya. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 3200).]
Share: whatsapp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

Statistik Blog

Pengikut Blog